Panggilan Mimpi


Hakikatnya, tidur membuat kita segar. Tak hanya itu, badan juga menjadi enteng karena energi yang terbuang sudah dikembalikan dengan tidur. Tapi, bagaimana kalau yang harusnya tidur nyenyak mimpi indah itu tergantikan dengan tidur gelisah dan mimpi buruk? Apakah itu sebuah tanda tak baik? Aku pernah dengar dari seseorang, "Mimpi bisa jadi adalah sebuah tanda, yang akan terjadi di kemudian hari."

Itu artinya, mimpi adalah ramalan? Apakah aku harus percaya dengan semua itu? Kuharap, yang aku rasakan di tiap malam selama 3 hari ini hanyalah khayalan belaka. Betapa ngerinya. Sampai-sampai aku takut sekali untuk hanya sekedar menutup mataku. Mimpi buruk bukanhkan baiknya disimpan? Tak perlu ada orang tau apa yang sudah aku alami selama 3 malam itu.

Setelah 3 malam yang melelahkan, tampaknya tuhan berbaik hati malam berikutnya. Malam yang indah. Aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan. Aku sempat berharap kalau itu bukanlah mimpi. Betapa nyata kenikmatan yang kudapat di malam itu. Rasanya, semua keinginanku terwujud di dalam mimpi.

Mimpi indah tentu saja membuat yang memimpikannya ingin menceritakannya kepada orang lain. Pasti timbul hasrat hati yang secara tidak sadar ingin membuat iri orang lain walaupun hanya sekedar lewat mimpi. Dikarenakan itulah, aku meceritkan ini kepada teman baikku, Bob. Namun sayang, ternyata teman baikku ini sedang berlibur ke luar kota. Untunglah teknologi sekarang dapat membantu mengirimkan pesan hanya dengan alat yang berupa kotak kecil seukuran tangan.

Woi, pergi kemana kamu? Pergi kok ga bilang-bilang.

Aku mau cerita pengalaman baikku nih. Kemarin aku mimpi. Bagus banget!
Kalau diingat-ingat, rasanya secara tidak sadar, senyum kecil sudah terpampang jelas di mukaku nih. Jadi ya, awalnya tiba-tiba aku sudah berada di sebuah danau yang tinggi airnya seperutku. Tampaknya itu berada di suatu gunung, soalnya airnya jernih banget. Di sekitarnya pun ada banyak pepohonan hijau yang memanjakan mata. Mungkin tampak biasa, tapi setelahnya yang luar biasa.

Kalau aku tidak salah, setelah itu ada seorang kakek-kakek yang datang meminta tolong. Karena kakek itu tampak tak berdaya. Aku pun mendatanginya dan bertanya, "Apa yang bisa aku bantu kek?"

"Baru kamu dik orang yang mau membantu kakek tua yang lemah ini. Betapa baiknya kamu, tolong bantu kakek pergi ke atas bukit seberang danau itu."

Waktu aku menoleh ke arah danau, ternyata ada bukit. Sepertinya tadi aku tak sadar dengan kehadiran bukit itu.
Kemudian, aku gendong kakek itu di atas punggung. Sesampainya di atas bukit, hal aneh mulai tampak. Ada desa. Desa yang luas. Tampaknya kakek itu meminta tolong untuk diantarkan ke sebuah rumah di tengah desa itu.

Aku sempat tidak percaya. Di desa itu, aku tidak melihat adanya orang yang menggunakan pakaian berwarna lain selain putih. Anehnya lagi, hampir semua penghuni desa itu adalah wanita cantik. Ketika sampai di rumah kakek tersebut, dia berterima kasih dan memberikan minuman.
Karena haus, aku terima minumannya yang berupa satu gelas teh hangat. 3 teguk teh masuk ke perut ku. Teh yang rasanya sangat enak. Tidak pernah aku minum teh seenak itu sebelumnya. Kakek itu mengatakan, kalau meminum teh itu, orang akan menjadi sangat tampan dan mendapatkan semua yang diinginkan.

Tampan? Tentu saja sangat menyenangkan. Terlebih, untuk orang-orang sepertiku yang sering dikucilkan dan dihina oleh masyarakat luar. Kakek itu tidak bohong. 5 menit setelahnya, mukaku rasanya berubah. Ketika aku dekatkan ke cermin, bukannya sosok menyedihkan seperti biasanya, namun sudah berubah menjadi sosok yang luar biasa tampan. Aku sampai berkali-kali memegangi wajahku, masih tidak percaya kalau itu adalah aku.

Setelah berterima kasih kepada kakek itu, aku pamit. Bukannya desa yang penuh dengan wanita cantik. Namun telah berubah menjadi kota tempat tinggalku selama ini. Bedanya, kota tersebut menjadi semakin maju dari aslinya. Selama jalan, aku menjadi tontonan perempuan-perempuan seisi kota – mulai dari yang cantik, sampai yang jelek sekalipun. Sebuah perasaan senang tiada tara.

Baiknya lagi, aku ditawari menjadi sebuah model oleh salah satu fotografer ternama. Tentu saja aku terima tawaran itu. Secara cepat aku menjadi terkenal karena ketampananku. Wajahku masuk ke seluruh stasiun tv. Dan bahkan, aku menjadi seorang aktor film dan memenangkan sejumlah piala penghargaan. Bonusnya, uang yang sangat banyak. Aku bisa membeli apapun yang kumau dan melakukan apapun yang kuinginkan. Juga berpacaran dengan banyak wanita cantik dari kalangan artis yang sangat tergila-gila padaku.

Indah bukan? Bukankah mimpi seperti ini sangat disayangkan? Kenapa hanya mimpi? Bukankah hal seperti itu lebih baik menjadi sebuah keajaiban nyata daripada hanya sekedar penikmat sementara di saat tidur?

Kukirim pesan yang lumayan panjang itu kepada sabahatku. Berharap dia cepat membacanya dan menjawabnya dengan menunjukkan rasa iri-nya kepadaku.

20 menit kemudian, muncul suara yang menandakan ada panggilan masuk. Waktu kuangkat, ternyata benar. Dari Bob.

Wah keren. Kok pas sekali kamu mendapat mimpi yang sebagus itu juga? Aku baru saja bermimpi sangat indah juga 2 hari yang lalu.

Tunggu, kebetulan yang sangat tidak disangka-sangka. Balasku.

Sudah malam, lebih baik kuletakkan HP ku dan segera tidur. Badanku sudah menandakan untuk segera berbaring.

Kuletakkan HP ku. Mulai berbaring serta memejamkan mata. Berharap adanya mimpi baik yang datang lagi malam ini.
Sayangnya, aku tidak bermimpi apa-apa malam itu. Untungnya, aku tidak bermimpi buruk seperti malam-malam sebelumnya.

Hariku diawali dengan adanya panggilan dari Bob. Ketika kuangkat, suara yang muncul dari balik telefon itu bukanlah Bob. Melainkan suara yang asing.

"Selamat siang. Saya dari bagian rumah sakit."

"Ya? Kenapa rumah sakit menggunaka telefon temanku untuk melakukan panggilan?"

"Jadi begini pak. Teman bapak pagi ini telah meninggal, kami tidak bisa menghubungi pihak keluarganya. Sehingga, kami melakukan panggilan kepada kontak terakhir yang dihubungi oleh Bapak Bob, dan ternyata itu nomor bapak."

"Apa!!? Meninggal!? Bagaimana bisa dia tiba-tiba meninggal? Apa dia memiliki penyakit?"

"Sayangnya, kami juga tidak tahu pak. Kami mendapat panggilan dari kepolisian untuk membawa ambulans ke kediaman Bapak Bob siang ini. Kalau boleh tau, apa bapak memiliki kontak keluarga Bapak Bob?"

"Ya ya saya punya." Segera kusebutkan angka demi angka bernamakan 'Kakak Bob' yang tercatat di atas buku catatanku.

"Baiklah terima kasih pak. Mohon maaf sudah mengganggu harinya."

Setelah kututup telefonku, aku terdiam. Aku hanya bisa bersedih dengan tidak percaya kalau kemarin malam aku baru saja berbicara dengan sahabatku. Namun aku teralihkan dengan suara panggilan untuk kedua kalinya.

"Selamat siang. Saya dari bagian kepolisian. Maaf sudah mengganggu harinya."

"Iya, ada apa?"

"Benar ini teman Bapak Bob?"

"Benar."

Sepertinya aku tidak bisa menahan rasa penasaranku atas kematian sahabatku. Secara tak sadar aku bertanya. "Pak, apa yang menimpa teman saya? Apa yang membuatnya meninggal?"

"Teman bapak meninggal tanpa bekas luka. Kami sedang menyelidiki kasus-nya. Satu-satunya petunjuk yang ditinggalkan oleh Pak Bob adalah kertas dengan tulisan Jangan mimpi."

"Apa maksudnya?"

"Satu-satunya keterangannya adalah buku harian Bapak Bob yang menceritakan kalau selama 3 malam, yaitu tanggal 16,17, dan 18 ia mengalami mimpi buruk. Tapi dilanjut di tanggal 19 nya ia mendapat mimpi yang sangat indah. Dan pada tanggal 21, terakhir ia melakukan panggilan dengan anda."

Tanganku lemas. Suara yang masih berbicara di balik telefon yang telah tergeletak di lantai itu tak ku dengarkan. Yang ada di pikiranku sekarang hanya bagaimana cara agar aku tidak tidur malam ini.

Comments